Siapa sih yang dimaksud hewan eksotis?
Aku selalu kebayang hewan eksotis itu seperti bintang film: menarik, sedikit misterius, dan sering bikin orang menoleh. Dalam kenyataannya, istilah “eksotis” cukup luas — dari reptil kecil seperti ball python, kadal bearded dragon, sampai mamalia lucu seperti sugar glider atau fennec fox, dan juga burung-burung eksotis yang warnanya mencolok. Mereka bukan hewan peliharaan domestik seperti kucing atau anjing; kebutuhan biologisnya kerap lebih spesifik, dan itu yang sering bikin aku, sebagai pengamat yang gampang baper, merasa campur aduk antara kagum dan was-was.
Merawat di rumah: apa yang perlu kamu tahu
Jujur, pertama kali aku pegang bearded dragon teman, rasanya hangat, agak kasar di lidahnya (iya aku sempat kaget), dan dia menatapku kayak lagi ngejudge dietku. Itu momen lucu tapi juga open eye: perawatan hewan eksotis bukan sekadar kasih makan dan kasih nama imut. Mereka butuh kandang yang sesuai—gradien suhu, pencahayaan UVB untuk reptil, kelembapan yang stabil, substrat yang aman—dan terkadang diet rumit seperti serangga hidup, buah-buahan tertentu, atau suplemen kalsium.
Selain itu ada hal-hal kecil yang sering diabaikan: stimulasi mental. Burung kakaktua yang pintar bisa jadi destruktif kalau bosan; sugar glider butuh ruang untuk melompat dan berinteraksi. Aku pernah melihat seekor kura-kura yang tampak ‘ngambek’ karena tanahnya dipindah terus—ya iya, mereka juga punya preferensi! Jangan lupa juga risiko zoonosis: beberapa reptil membawa salmonella, beberapa mamalia eksotis bisa membawa virus atau parasit yang perlu diwaspadai—jadi hygiene itu wajib, bukan opsional.
Boleh dipelihara atau tidak? Etika, hukum, dan dilema hati
Ini selalu bikin aku galau. Di satu sisi, siapa sih yang nggak tergoda? Mereka lucu, unik, dan kadang modalnya membuat kita merasa istimewa. Di sisi lain, banyak spesies eksotis yang berasal dari habitat alami yang terancam; perdagangan ilegal memperparah itu. Secara global, peraturan seperti CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) mencoba mengatur perdagangan, tapi penegakannya tidak selalu konsisten. Di beberapa negara kamu butuh izin khusus, di tempat lain malah mudah dibeli online—dan itu berbahaya.
Kalau ditanya pendapat aku: kalau sumber hewan itu dari penangkaran yang legal, dan kamu punya kemampuan memenuhi kebutuhan mereka (dan biaya veteriner spesialis), mungkin wajar untuk memelihara. Tapi kalau hewan itu ditangkap dari alam liar, atau kamu sekadar mau coba-coba karena tren, tolong jangan. Banyak hewan yang stres berat di penangkaran yang buruk; mereka menunjukkan perilaku abnormal, atau bahkan mati karena kondisi yang salah. Aku sempat nangis kecil waktu dengar cerita rescue center yang menampung puluhan burung berjumbai yang trauma akibat penahanan buruk—sumpah, hati ini remuk.
Bagaimana kita bisa membantu? (Bukan cuma like di medsos)
Aku nggak mau sekadar moral preaching, jadi ini beberapa hal praktis yang bisa kamu lakukan kalau merasa tergerak: pertama, edukasi diri sebelum memutuskan memelihara. Baca literatur, konsultasi dengan vet spesialis, atau kunjungi sanctuary lokal. Kedua, pertimbangkan adopsi dari rescue, bukan beli dari pasar gelap. Ketiga, dukung organisasi konservasi—baik dengan donasi, relawan, atau menyebarkan info yang benar. Keempat, tekan pembuat kebijakan lewat petisi atau suara komunitas agar penegakan hukum perdagangan satwa diperbaiki.
Satu lagi: kadang kita cuma perlu ngobrol. Kalau kamu penasaran atau lagi galau, mampir ngobrol di chatbengaldebengaikal —aku suka dengar cerita orang soal hewan eksotis mereka, termasuk kegembiraan kecil saat binatang itu makan dengan lahap, atau drama waktu kandang bocor pas musim hujan. Cerita-cerita kecil itu yang bikin kita ingat: di balik eksotisme ada makhluk hidup yang butuh komitmen dan empati.
Akhir kata, merawat hewan eksotis itu bukan sekadar hobi estetik; itu tanggung jawab besar yang melibatkan kesejahteraan hewan, kepatuhan hukum, dan dampak pada konservasi global. Kalau kamu masih mau, lakukan dengan penuh pengetahuan dan hati—dan kalau ragu, mungkin lebih baik jadi sukarelawan di sanctuary dulu, biar cintamu tetap besar tapi tidak merusak.